
Otonomi Tanjungpinang Optimal menjadi sorotan setelah evaluasi terbaru menilai pelaksanaannya belum maksimal. Ruang gerak daerah kerap terbentur kewenangan yang masih terpusat, sementara kapasitas fiskal terbatas membatasi kualitas layanan dasar. Biaya logistik antarpulau dan kebutuhan infrastruktur pelayanan publik memperbesar beban, sehingga program prioritas berjalan lebih lambat dari target. Di sisi lain, pengelolaan aset daerah—mulai dari pendataan hingga pemanfaatan—masih perlu disiplin tata kelola agar belanja modal benar-benar menghasilkan layanan yang dirasakan warga.
Pemerintah kota menyadari kebutuhan peta jalan yang realistis dan terukur. Pada tahap awal, Otonomi Tanjungpinang Optimal ditopang oleh pembenahan proses internal: percepatan perizinan, digitalisasi layanan, dan penajaman indikator kinerja perangkat daerah. Transparansi data, partisipasi publik, serta koordinasi lintas level pemerintahan menjadi kunci agar kebijakan tidak berhenti di tataran administratif semata dan dapat menjawab kebutuhan harian masyarakat.
Hambatan Kewenangan, Fiskal, dan Layanan Publik
Sejumlah urusan strategis belum sepenuhnya dapat dikelola di level kota karena irisan kewenangan dengan pusat maupun provinsi. Akibatnya, sinkronisasi program memerlukan waktu lebih panjang, dari perencanaan hingga realisasi. Di saat yang sama, PAD terbatas dan transfer pusat yang fluktuatif menyulitkan pembiayaan layanan dasar, terutama kesehatan, pendidikan, dan pengelolaan lingkungan. Kondisi geografis kepulauan menambah tantangan: biaya transportasi tinggi membuat distribusi layanan dan barang publik tidak merata.
Masalah aset daerah juga krusial. Tanpa pemetaan menyeluruh, potensi aset produktif sulit dioptimalkan, sementara biaya pemeliharaan terus membesar. Untuk menjembatani ini, dibutuhkan audit aset, standardisasi tarif pemanfaatan, serta skema KPBU yang melibatkan investor dengan tata kelola ketat. Di balik berbagai kendala, komitmen perbaikan tetap ada: penataan ulang SOP, integrasi platform layanan, dan penguatan SDM teknis diarahkan agar fondasi Otonomi Tanjungpinang Optimal tidak goyah saat menghadapi tekanan fiskal.
Baca juga : Perlindungan Perempuan Tanjungpinang Diperkuat Pemkot
Langkah cepat difokuskan pada tiga jalur: perbaikan layanan, penguatan pendapatan, dan kolaborasi. Di layanan, prioritas mencakup digitalisasi perizinan, antrean kesehatan, dan kanal pengaduan terpadu berbasis SLA. Di sisi pendapatan, pemutakhiran basis pajak, integrasi pembayaran nontunai, serta penertiban retribusi didorong untuk memperluas PAD tanpa membebani pelaku usaha. Kolaborasi dengan pemerintah provinsi, pusat, dan pihak swasta dipacu melalui forum rutin agar pendanaan dan program tidak tumpang tindih.
Target jangka pendek meliputi inventarisasi aset prioritas, penataan ruang niaga UMKM, dan penyediaan layanan mobil keliling ke pulau-pulau. Indikator keberhasilan disusun sederhana: waktu layanan berkurang, cakupan layanan meningkat, dan kepuasan warga naik. Dengan ritme eksekusi seperti ini, Otonomi Tanjungpinang Optimal diharapkan bertransisi dari slogan menjadi capaian yang terukur. Pada akhirnya, keberhasilan bergantung pada konsistensi implementasi, disiplin data, dan kemauan politik untuk menjaga kesinambungan lintas periode.