Kekerasan Perempuan Anak Tanjungpinang tercatat mencapai 152 kasus selama sebelas bulan terakhir berdasarkan data UPTD setempat. Angka itu mencakup kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, hingga tindak pidana perdagangan orang yang menyasar perempuan dan anak. Situasi ini menggambarkan bahwa banyak korban masih mengalami kekerasan di rumah, lingkungan kerja, maupun ruang publik tanpa perlindungan memadai.
Pemerintah kota menyebut data ini sebagai alarm darurat yang tidak bisa diabaikan, karena mayoritas pelaku justru berasal dari lingkar terdekat korban sendiri, mulai dari pasangan, kerabat, hingga orang yang dikenal di lingkungan sekitar. Banyak kasus baru terungkap setelah korban berani melapor lewat layanan pengaduan resmi dan pendampingan psikologis. Tanpa penguatan layanan, angka Kekerasan Perempuan Anak Tanjungpinang dikhawatirkan hanya mencerminkan puncak dari persoalan yang jauh lebih besar.
Rapat koordinasi lintas instansi pun digelar untuk memetakan langkah cepat, mulai dari pencegahan, penanganan laporan, hingga pemulihan korban, agar kota benar-benar menjadi ruang aman bagi perempuan dan anak ke depan.
Penguatan Layanan, Rujukan, dan Jaringan Perlindungan
Dalam rakor pencegahan kekerasan, Wakil Wali Kota menegaskan bahwa UPTD PPA tidak boleh bekerja sendirian. Ia meminta seluruh perangkat daerah, kepolisian, tokoh agama, dan pimpinan RT atau RW aktif mengenali tanda-tanda kekerasan di lingkungannya. Banyak korban memilih diam karena takut, bergantung secara ekonomi, atau merasa pelaku adalah orang yang dihormati. Di titik inilah kampanye publik, layanan konseling keluarga, serta edukasi di sekolah dan rumah ibadah menjadi penting untuk memutus rantai Kekerasan Perempuan Anak Tanjungpinang sebelum semakin meluas.
Pemerintah kota berencana memperkuat sistem rujukan terpadu, sehingga setiap laporan segera ditindaklanjuti tanpa korban harus berulang kali menceritakan pengalaman traumatisnya. Petugas layanan diharapkan lebih ramah anak dan sensitif gender, sementara aparat penegak hukum didorong mengutamakan perlindungan korban ketika menangani kasus. Selain itu, dukungan bagi penyintas berupa bantuan hukum, shelter sementara, hingga pelatihan keterampilan kerja akan diperluas. Langkah ini diharapkan memberi keberanian bagi korban baru untuk melapor, sehingga data Kekerasan Perempuan Anak Tanjungpinang semakin akurat sekaligus menjadi dasar penyusunan kebijakan yang lebih tepat sasaran. Pemerintah juga menargetkan pembentukan relawan pelindung di setiap kelurahan yang akan berkoordinasi dengan kader posyandu, PKK, dan lembaga pendidikan untuk mengawal proses pencegahan sejak tingkat keluarga. Dengan cara ini, jaringan perlindungan di akar rumput menjadi lebih hidup dan berdaya bersama.
Selain fokus pada penindakan, rakor juga menyoroti pentingnya perubahan budaya di masyarakat. Banyak bentuk kekerasan, terutama terhadap perempuan dan anak, masih dianggap urusan domestik yang tidak pantas dibawa ke ranah hukum. Pandangan itu membuat korban sering disalahkan dan dipaksa berdamai dengan pelaku demi menjaga nama baik keluarga. Padahal, pembiaran seperti ini hanya membuat kekerasan berulang dan menormalisasi relasi kuasa yang tidak sehat di dalam rumah tangga maupun lingkungan sosial yang lebih luas.
Baca juga : UPTD Parkir Tanjungpinang Baru Capai 48 Persen Target 2025
Karena itu, pemerintah kota mengajak tokoh agama, pendidik, dan media lokal untuk aktif mengampanyekan nilai kesetaraan dan penghormatan terhadap martabat manusia. Materi pencegahan kekerasan akan dimasukkan dalam kegiatan penyuluhan, khutbah, hingga program sekolah ramah anak. Lembaga-lembaga layanan juga diminta membuka kanal pengaduan yang mudah diakses, termasuk melalui hotline dan layanan daring, sehingga korban bisa mencari bantuan tanpa rasa takut.
Ke depan, keberhasilan menekan angka Kekerasan Perempuan Anak Tanjungpinang akan sangat ditentukan oleh sejauh mana seluruh elemen kota bersedia bergerak bersama, mengubah cara pandang, dan menjadikan perlindungan perempuan serta anak sebagai prioritas nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah menegaskan bahwa laporan sekecil apa pun akan ditindaklanjuti, agar kepercayaan publik terhadap sistem perlindungan terus tumbuh dan korban tidak lagi merasa sendirian saat mengambil langkah melawan pelaku yang selama ini mereka takuti.







