
Tiga unsur budaya tradisional dari Kota Tanjungpinang kini sedang dalam tahap penilaian oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Nasional. Ketiganya adalah Aqiqah, Pijak Tanah Mekah, dan Astakona. Penilaian dilakukan oleh tim ahli yang dikirim oleh kementerian untuk memastikan keaslian, kelengkapan data, serta keterlibatan masyarakat dalam pelestarian budaya tersebut.
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya Pemko Tanjungpinang bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam mendokumentasikan serta melindungi nilai-nilai kearifan lokal yang masih hidup di tengah masyarakat. Tanjungpinang sendiri dikenal sebagai kota yang kaya akan tradisi Melayu, baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun ritus dan praktik sosial-budaya.
Aqiqah dan Pijak Tanah Mekah dinilai layak masuk tahap nasional
Dua di antara usulan tersebut, yaitu Aqiqah dan Pijak Tanah Mekah, dinilai telah memenuhi syarat administrasi dan dianggap siap untuk melaju ke tahap verifikasi substansi nasional. Tradisi Aqiqah di Tanjungpinang merupakan praktik keagamaan yang menyatu dengan budaya lokal. Proses pemotongan kambing sebagai simbol syukur atas kelahiran anak dilakukan dengan serangkaian doa dan adat yang khas Melayu.
Sementara itu, Pijak Tanah Mekah adalah ritual simbolis yang dilakukan oleh calon jemaah haji. Mereka secara tradisional menjalani prosesi menapakkan kaki di atas pasir atau tanah yang disiapkan secara khusus, melambangkan kesiapan rohani sebelum berangkat ke tanah suci. Nilai spiritual dan budaya dari tradisi ini dinilai tinggi oleh tim penilai dari kementerian.
Dalam proses evaluasi, tim melihat bagaimana tradisi-tradisi ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal, serta dokumentasi yang telah disiapkan oleh Dinas Kebudayaan dan berbagai tokoh adat. Tim menyampaikan bahwa proses pengusulan ini telah mengikuti standar nasional, termasuk pengumpulan bukti visual, narasi sejarah, dan dukungan masyarakat adat.
Astakona butuh penguatan data dan verifikasi lapangan
Berbeda dari dua unsur lainnya, Astakona masih memerlukan sejumlah perbaikan dari sisi dokumentasi dan pembuktian lapangan. Tradisi ini merupakan bentuk keterampilan budaya yang melibatkan permainan ritmis atau kerajinan khas Melayu. Tim dari kementerian menyebut bahwa informasi tertulis terkait Astakona masih kurang lengkap, dan perlu ada pembuktian lebih mendalam mengenai penerapan dan keberlanjutannya di tengah masyarakat.
Meski demikian, Astakona tetap dinilai memiliki potensi untuk diusulkan kembali pada kesempatan berikutnya jika Pemko Tanjungpinang mampu melengkapi dokumen yang diminta. Tim penilai juga telah mengunjungi perajin lokal yang mempertahankan praktik Astakona untuk mendapatkan gambaran langsung mengenai eksistensinya saat ini.
Baca juga : Tanjungpinang Berbenah, Kontainer Sampah Dipasang Lampu
Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Dinas Kebudayaan menyatakan komitmennya untuk terus mengawal proses ini. Mereka siap melibatkan komunitas adat, akademisi, serta pegiat seni budaya untuk memperkuat substansi usulan Astakona dan menyempurnakan kekurangan administratifnya.
Melalui penilaian ini, diharapkan ketiga unsur budaya tersebut tidak hanya mendapatkan pengakuan formal dari negara, tetapi juga menjadi momentum untuk menguatkan identitas lokal serta memperluas pemahaman generasi muda tentang pentingnya pelestarian budaya.