
Literasi Melayu Tanjungpinang menjadi sorotan usai Wawako Raja Ariza mengapresiasi penyelenggaraan RDK Award sebagai ikhtiar menghidupkan budaya menulis. Dalam sambutan singkat, ia menegaskan menulis bukan hanya karya lomba, melainkan kebiasaan yang merekam pengetahuan, bahasa, dan nilai Melayu. Panitia mencatat antusias peserta dari pelajar hingga umum, menandai ekosistem yang kian terbentuk. Momentum ini diharapkan menularkan ke sekolah, komunitas, dan ruang publik agar karya tidak berhenti di panggung penghargaan.
Dukungan pemerintah kota terlihat pada fasilitasi ruang, kurasi, dan publikasi pemenang. Program literasi diarahkan menyentuh pembaca pemula dengan pendekatan yang ramah, termasuk pendampingan editorial. Dengan penataan tersebut, Literasi Melayu Tanjungpinang mempunyai pijakan untuk tumbuh konsisten sekaligus melahirkan penulis muda yang akrab dengan tradisi serta isu kekinian tanpa kehilangan akar identitas.
RDK Award sebagai Pengungkit Ekosistem
RDK Award menggabungkan kompetisi dan pembinaan. Kurikulum klinik menulis menekankan riset sederhana, teknik bertutur, serta etika pengutipan agar peserta memahami proses kreatif secara utuh. Panitia memperluas kategori dari puisi dan cerpen hingga esai pendek sehingga lebih banyak bakat bisa tampil. Publikasi digital disiapkan untuk memamerkan karya terpilih, sementara pameran mini mempertemukan penulis, guru, dan pembaca. Skema ini membuat lomba bukan peristiwa musiman, melainkan kalender kerja lintas komunitas.
Dalam konteks penguatan identitas, Literasi Melayu Tanjungpinang mendorong penggunaan kosakata, peribahasa, dan latar lokal sebagai kekuatan naratif. Juri memberi catatan teknis agar bahasa tetap komunikatif bagi generasi muda. Pemerintah kota dan mitra literasi menyiapkan rute pasca-lomba berupa klub baca, residensi singkat, dan penerbitan antologi. Dengan dukungan itu, karya tidak berhenti di naskah festival, tetapi berlanjut ke buku yang bisa dipakai di perpustakaan sekolah dan taman bacaan.
Baca juga : Taman Bacaan Doraemon, ikon literasi Kota Tanjungpinang
Efek langsung terasa pada meningkatnya agenda baca di sekolah dan kampung. Toko buku lokal melaporkan kenaikan pemesanan judul sastra daerah, sedangkan perpustakaan mencatat lebih banyak peminjaman materi kebahasaan. Program pelatihan jurnalisme warga membantu dokumentasi tradisi lisan dan cerita kampung. Di media sosial, figur muda membagikan proses kreatif, memperluas jangkauan pembaca baru. Rantai ini memperkuat jejaring antara pendidik, pengelola arsip, dan komunitas seni pertunjukan.
Ke depan, kota menargetkan indeks literasi yang terukur lewat jumlah klub baca aktif, terbitan lokal, dan kunjungan perpustakaan. Kemitraan dengan kampus diupayakan untuk riset bahasa dan digitalisasi arsip. Dalam peta itu, Literasi Melayu Tanjungpinang menjadi payung kolaborasi lintas sektor, menghubungkan sekolah, UMKM penerbitan, dan pelaku wisata budaya. Jika konsisten, gerakan ini akan melahirkan ekonomi kreatif berbasis cerita lokal, memperkaya kurikulum, dan menempatkan Tanjungpinang sebagai rujukan literasi Melayu di kawasan.