
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau membuka proses kerja sama pemanfaatan kawasan tepi laut Taman Gurindam 12 di Tanjungpinang. Melalui skema aset daerah, pemerintah mencari mitra swasta untuk mengelola area parkir dan zona kuliner dengan masa kerja sama panjang. Langkah ini diklaim sebagai upaya meningkatkan kualitas layanan publik, menarik investasi, dan memperkuat daya tarik wisata perkotaan sembari menambah Penerimaan Asli Daerah. Dalam pengumuman awal, pemerintah menekankan asas kompetitif, nilai manfaat, dan perlindungan fungsi ruang publik bagi warga. Di sisi pengawasan, audit dan pelaporan berkala disebut menjadi syarat utama.
Kebijakan ini menuai respons beragam. Sejumlah anggota DPRD meminta penjelasan rinci mengenai dasar hukum, skema bagi hasil, dan jaminan akses publik. Di lapangan, warga berharap tata kelola tetap mengutamakan keluarga, pejalan kaki, serta UMKM lokal. Pemerintah diminta memastikan proses lelang terbuka, evaluasi penawar objektif, serta perjanjian yang memuat indikator layanan yang jelas agar tidak menggerus fungsi sosial kawasan.
Apa yang Ditawarkan & Syarat Mitra
Rencana pemanfaatan mencakup pengelolaan lahan parkir, penataan area makan-minum, penambahan fasilitas pendukung, dan kewajiban pemeliharaan aset. Dokumen kualifikasi biasanya memuat persyaratan rekam jejak operasional, kemampuan finansial, rencana bisnis, serta komitmen pelayanan publik—mulai dari tarif parkir, standar kebersihan, hingga keamanan dan keselamatan pengunjung. Pelaku usaha diharapkan menyertakan desain ramah keluarga, akses disabilitas, ruang terbuka, dan integrasi lanskap pesisir agar daya tarik kawasan meningkat tanpa menutup ruang sosial. Melalui koridor ini, pemerintah menargetkan keseimbangan antara pemasukan daerah dan kualitas layanan.
Tahapan seleksi umumnya terdiri dari pengambilan dokumen, pemberian penjelasan, pemasukan penawaran, evaluasi teknis–finansial, hingga penetapan pemenang dan penandatanganan perjanjian. Dalam setiap fase, transparansi menjadi kata kunci: publik butuh mengetahui parameter penilaian, rumus bagi hasil, serta jaminan pengawasan independen. Di titik ini, pemerintah diingatkan untuk menata komunikasi risiko—banjir rob, kepadatan lalu lintas, dan dampak lingkungan—agar kerja sama yang lahir dari tender Gurindam 12 benar-benar berkelanjutan.
Baca juga : Penataan Taman Gurindam 12 Tanjungpinang
Bila dikelola dengan standar layanan yang ketat, kawasan bisa menghadirkan manfaat ganda: arus pengunjung lebih tertib, ruang pejalan kaki nyaman, dan UMKM memperoleh etalase baru yang terorganisasi. Pemerintah dapat menarik retribusi dan bagi hasil untuk menutup biaya pemeliharaan ruang kota. Namun, kontrak yang lemah justru berpotensi menimbulkan tarif tidak wajar, hilangnya akses gratis, atau dominasi tenant besar. Karena itu, klausul perlindungan warga—jam operasional, kuota tenant lokal, dan batas tarif—perlu tegas dalam perjanjian inti.
Pengawasan pascakontrak tak kalah penting. Pemerintah mesti menerapkan Key Performance Indicator (KPI) yang terukur, audit tahunan, dan sanksi bertingkat bila standar layanan turun. Kanal aduan publik, keterbukaan data kinerja, dan evaluasi periodik di DPRD akan menjaga akuntabilitas. Dengan pendekatan itu, kerja sama jangka panjang di kawasan pesisir dapat menjadi contoh pengelolaan aset daerah yang adil, transparan, dan pro-UMKM—serta memastikan manfaat dari tender Gurindam 12 dirasakan luas oleh warga Tanjungpinang.