
Pasar Puan Ramah kembali menjadi sorotan publik di Tanjungpinang. Dirancang sebagai lokasi relokasi selama revitalisasi Pasar Baru, kawasan ini sejak lama dinilai tidak berjalan sebagaimana tujuan awal. Arus pembeli rendah, banyak lapak kosong, dan sebagian pedagang memilih kembali ke kantong-kantong perdagangan alternatif yang dianggap lebih ramai. Kondisi fasilitas memang memadai, namun keberfungsian ekonomi belum mengikuti harapan awal.
Sejumlah pedagang mengeluhkan omzet yang menurun jauh dibanding saat berjualan di pusat kota. Mereka menyebut biaya operasional tak tertutup, sementara promosi dan aktivasi pasar tak cukup menarik kunjungan. Pemerintah daerah menyatakan akan mengevaluasi pola pengelolaan, termasuk akses, parkir, dan zonasi komoditas, agar daya tarik berbelanja meningkat dan aktivitas perdagangan bisa kembali pulih bertahap.
Kronologi Relokasi, Sepinya Pembeli, dan Dampak
Relokasi pedagang dimaksudkan untuk menjaga keselamatan selama proses revitalisasi pasar utama sekaligus memastikan roda niaga tetap berputar. Dalam praktiknya, lokasi yang berjarak dari pusat keramaian membuat aliran pengunjung tidak stabil. Pedagang kebutuhan harian mengaku kesulitan mempertahankan pelanggan lama, sementara pembeli baru tidak terbentuk secara konsisten. Penyewa ruko di sekitar pasar juga merasakan imbas, karena pergerakan barang lebih lambat dan biaya distribusi meningkat.
Keluhan lain muncul dari komposisi tenant yang belum lengkap. Segmen basah—ikan, daging, sayur—tidak tersaji penuh sehingga efek “sekali belanja semua dapat” belum tercipta. Situasi ini menekan pendapatan pelapak sembako, bumbu, dan pakaian, yang bergantung pada trafik kolektif. Di titik ini, kehadiran pengelola untuk memastikan kurasi tenant, jam operasional terkoordinasi, serta program belanja berkala menjadi mutlak. Tanpa perubahan, peluang pemulihan di lokasi yang menampung aktivitas sementara itu akan terus terhambat, meski beberapa pedagang masih bertahan demi menjaga pelanggan inti.
Seiring penurunan transaksi, polemik pungutan sewa mencuat. Pedagang meminta skema keringanan karena omzet menipis, sementara pengelola beralasan perlu biaya perawatan. Dewan daerah mendorong audit kebijakan untuk memastikan pungutan proporsional dengan manfaat dan fasilitas. Insentif sewa bertahap, pembebasan biaya promosi, serta skema subsidi listrik dan kebersihan dinilai relevan pada fase pemulihan.
Strategi aktivasi disarankan dimulai dari kalender acara rutin: pasar pagi akhir pekan, festival kuliner, dan program belanja terpandu bekerja sama dengan komunitas setempat. Aksesibilitas perlu diperkuat lewat penataan parkir, rambu arah yang jelas, serta integrasi angkutan umum. Pada saat yang sama, pengelola dapat membangun kanal digital untuk katalog pedagang, pemesanan daring, dan promosi terjadwal. Dengan paket langkah teknis dan komunikasi yang konsisten, kepercayaan pembeli berpeluang pulih dan perputaran ekonomi kembali terasa di lingkungan Pasar Puan Ramah.