
Pemerintah Kota Tanjungpinang menugaskan koperasi kelurahan sebagai KKMP pemasok MBG untuk memperkuat pasokan bahan pangan dapur umum SPPG di sekolah. Langkah ini diharap memadukan misi gizi pelajar dan pemberdayaan ekonomi warga melalui skema pembiayaan, pendampingan teknis, serta kontrak berbasis kinerja. Koperasi diminta menyiapkan rencana usaha, memastikan ketertelusuran bahan, dan mematuhi standar higienitas agar layanan berjalan stabil setiap hari belajar.
Di tingkat kebijakan, pemerintah menekankan akuntabilitas: harga transparan, jadwal distribusi tepat waktu, dan pelaporan stok harian. Kolaborasi dengan dinas kesehatan, Bulog, dan perbankan disiapkan untuk menjaga suplai, kestabilan harga, dan kualitas gizi. Dengan tata kelola yang jelas, program diharapkan memberi manfaat ganda—pelajar mendapat menu seimbang, sementara anggota koperasi memperoleh peluang usaha yang berkelanjutan.
Rantai Pasok, Mutu Pangan, dan Pengawasan
Koperasi menata hulu-hilir pengadaan: kurasi pemasok, uji kualitas bahan, penyimpanan bersuhu terkontrol, hingga distribusi ke sekolah menurut jadwal yang sinkron dengan jam pelajaran. Di dapur umum, petugas menerapkan standar kebersihan, pencatatan alergi, dan rotasi menu agar asupan seimbang. Pemerintah menyiapkan dashboard untuk memantau porsi, keterlambatan, dan keluhan; data ini menjadi dasar evaluasi kontrak dan insentif kinerja. Dalam skema ini, KKMP pemasok MBG menjadi penghubung utama antara petani, distributor, dan sekolah, sehingga rantai nilai pangan lokal bergerak lebih pasti.
Transparansi harga dijaga melalui e-catalog dan nota elektronik, sedangkan audit berkala memastikan mutu sayur, protein, dan buah sesuai pedoman gizi. Pelibatan UMKM katering dimungkinkan sepanjang memenuhi standar higienitas. Dengan kontrol mutu berlapis, pelayanan menjadi konsisten dan risiko gangguan pasokan dapat diminimalkan—mendukung keandalan program makan bergizi di seluruh satuan pendidikan.
Baca juga : Wali Kota Lis Kukuhkan KKMP Sebagai Motor Ekonomi Kerakyatan
Efek berantai ke ekonomi daerah menjadi sorotan: serapan produk lokal meningkat, logistik terserap, dan kesempatan kerja baru terbuka dari gudang hingga transportasi dingin. Pemerintah menargetkan kemudahan akses modal kerja bagi koperasi melalui kemitraan perbankan, serta pelatihan manajemen stok dan keuangan. Komunitas sekolah dilibatkan melalui forum umpan balik bulanan agar perbaikan menu dan layanan berbasis data. Pada tahap perluasan, KKMP pemasok MBG didorong menggandeng kelompok tani dan nelayan untuk memperpendek rantai distribusi.
Indikator kinerja disiapkan: ketepatan waktu, kepuasan sekolah, zero food waste, dan kepatuhan higienitas. Hasilnya diumumkan di kanal resmi sebagai bentuk akuntabilitas publik. Pemerintah juga menyiapkan protokol darurat—dari substitusi pemasok hingga skema buffer stock—agar layanan tidak terhenti saat cuaca buruk. Dengan eksekusi disiplin dan pelaporan transparan, KKMP pemasok MBG berpotensi menjadi model pemberdayaan koperasi yang menyehatkan pelajar, menguatkan ekonomi keluarga, dan membuat rantai pasok pangan kota lebih tangguh.