Bisnis padel di Indonesia tumbuh cepat dalam 2–3 tahun terakhir. Lapangan bertambah, komunitas muncul di banyak kota, dan harga sewa per jam relatif premium dibanding banyak olahraga rekreasi lain. Namun masuk 2026, pertanyaan yang lebih penting bukan lagi “padel masih tren atau tidak”, melainkan:
Apakah bisnis padel masih relevan untuk lokasi dan model bisnis Anda—dengan kompetisi yang meningkat dan biaya operasional yang tidak kecil?
Jawaban paling jujur: masih relevan di 2026, tetapi tidak lagi era “asal bangun pasti ramai”. 2026 cenderung menjadi fase seleksi: pemenangnya bukan yang paling cepat membangun, tetapi yang paling rapi mengeksekusi unit economics, komunitas, dan diferensiasi.
Kenapa 2026 masih punya peluang?
1) Padel bukan sekadar olahraga, tapi “produk sosial”
Padel umumnya dimainkan ganda (2 vs 2). Ini membuatnya inheren sosial: orang cenderung mengajak teman, membentuk grup tetap, dan bermain rutin. Untuk bisnis, sifat ini penting karena menciptakan repeat booking—bahan bakar utama okupansi.
Implikasi bisnis: jika Anda bisa mengunci komunitas (member, liga internal, grup corporate), Anda tidak bergantung pada pelanggan “coba sekali”.
2) Konsumen makin mencari olahraga yang fun dan terukur waktunya
Padel cocok dengan pola hidup urban: main 60–90 menit, berkeringat, seru, lalu selesai. Ini membuat padel tetap menarik sebagai opsi leisure aktif, terutama di kota-kota dengan daya beli menengah-atas.
Implikasi bisnis: jam prime (weekday malam + weekend) akan terus jadi rebutan. Kuncinya adalah strategi mengisi jam non-prime.
3) Ekosistem bertumbuh: pelatih, event, komunitas, dan brand
Semakin banyak pelatih dan event lokal, semakin mudah venue menciptakan “alasan datang” di luar sewa lapangan biasa. Di 2026, venue yang hanya menjual “court rental” biasanya lebih rentan perang harga dibanding venue yang punya program.
Tapi 2026 juga lebih keras: ini yang berubah
1) Kompetisi naik, lokasi premium makin padat
Jika 2024–2025 adalah fase “gold rush” awareness, 2026 adalah fase kompetisi lokasi: radius 3–7 km bisa diisi beberapa venue, dan pelanggan mulai membandingkan kualitas pengalaman (parkir, shower, kafe, booking system, kualitas lapangan, vibe komunitas).
2) Konsumen makin sensitif value
Awal tren biasanya memaafkan kekurangan. Setelah pasar matang, konsumen lebih kritis:
- apakah lapangan nyaman?
- lighting bagus?
- manajemen jadwal rapi?
- shuttle/bola/raket tersedia?
- ada coach pemula?
- staf responsif?
3) Faktor kepatuhan dan pajak daerah makin penting
Layanan rekreasi/olahraga berbayar di banyak daerah dapat dikenai pajak daerah (PBJT), dengan tarif dan ketentuan berbeda antar pemerintah daerah. Ini bukan sekadar isu legal; dampaknya langsung ke pricing, margin, dan persepsi pelanggan (harga “sudah termasuk pajak” atau belum).
Catatan praktis: rencanakan sejak awal bagaimana Anda menampilkan harga (all-in vs belum termasuk pajak) dan rapikan sistem invoicing.
Hitung-hitungan yang menentukan: unit economics bisnis padel
1) Pendapatan inti: sewa per jam
Mayoritas venue memulai dari sewa lapangan per jam. Namun dua variabel yang paling menentukan adalah:
- Tarif rata-rata (blended rate): gabungan prime time + off-peak, bukan harga tertinggi di jam ramai.
- Okupansi efektif: persentase jam operasional yang benar-benar terjual.
Rumus sederhana:
Pendapatan sewa/bulan = tarif rata-rata per jam × jam operasional/hari × hari/bulan × okupansi
Contoh ilustrasi 1 court (operasional 14 jam/hari, 30 hari):
- Tarif rata-rata Rp300.000/jam, okupansi 35%
→ 300.000 × 14 × 30 × 0,35 = Rp44,1 juta/bulan (gross) - Tarif rata-rata Rp350.000/jam, okupansi 45%
→ 350.000 × 14 × 30 × 0,45 = Rp66,15 juta/bulan (gross)
Yang membedakan bisnis kuat vs rapuh adalah berapa okupansi jam non-prime yang bisa Anda amankan.
2) CAPEX: modal bangun court memang besar
Biaya pembangunan 1 lapangan padel bervariasi sekali—dipengaruhi lokasi, tipe indoor/outdoor, kualitas kaca/dinding, struktur, lighting, turf, serta pekerjaan sipil. Banyak calon investor “kaget” karena padel bukan sekadar mengecat lantai: ada komponen material, instalasi, dan standar keamanan.
Konsekuensi: sebelum memutuskan, hitung skenario konservatif (okupansi rendah) dan pastikan bisnis tetap bernapas.
3) OPEX: bukan cuma listrik
Komponen operasional yang sering memakan margin:
- sewa lahan / bagi hasil (kalau bukan milik sendiri)
- listrik (lighting malam), air
- staf (front desk, cleaning, teknisi)
- maintenance turf, kaca, pintu, net, drainase (outdoor)
- marketing & promo
- software booking/payment dan biaya platform
- pajak daerah dan biaya administrasi
Peringatan umum: venue yang “rame tapi berantakan” sering rugi perlahan lewat kebocoran operasional.
Monetisasi yang membuat bisnis lebih tahan di 2026
Jika 2026 adalah fase seleksi, maka rule of thumb-nya:
jangan hanya menjual jam lapangan.
1) Coaching & academy (mesin retensi)
- kelas pemula terjadwal (weekday non-prime)
- private coaching
- kids program / family program
- sparring session (intermediate)
Kelas pemula membantu mengubah “coba sekali” menjadi “main rutin”.
2) Membership & paket
- paket 10x/20x play
- membership bulanan (benefit: diskon jam tertentu, prioritas booking)
- corporate membership
Tujuannya bukan sekadar diskon, tetapi mengunci komitmen main.
3) Liga, turnamen, dan event
- ladder league internal (naik turun ranking)
- turnamen komunitas bulanan
- corporate tournament
- brand activation
Event membuat venue punya kalender, konten marketing, dan repeat traffic.
4) F&B dan experience
Untuk beberapa venue, F&B bukan bonus—bisa jadi sumber margin yang signifikan, terutama weekend. Di 2026, “tempat enak nongkrong setelah main” sering menjadi pembeda.
Baca Juga:
Padel Itu Apa? Kenapa Lebih Ramah Pemula daripada Tenis
Tiga model bisnis yang paling realistis untuk 2026
Model A: Court rental-first (paling cepat jalan, paling mudah ditiru)
Cocok jika lokasi sangat kuat dan Anda mengejar cashflow cepat.
Risikonya: mudah terjebak perang harga ketika venue baru muncul di radius dekat.
Model B: Club + Academy (paling stabil untuk jangka menengah)
Fokus pada program, pelatih, komunitas, dan liga internal.
Ini biasanya paling tahan menghadapi fluktuasi tren.
Model C: Lifestyle venue (potensi margin besar, eksekusi paling sulit)
Menjual “experience”: lapangan + event + F&B + komunitas.
Butuh tim operasional yang rapi dan konsep yang konsisten.
Checklist kelayakan: relevan atau tidak untuk Anda di 2026?
Gunakan 10 pertanyaan ini sebelum investasi:
- Siapa pelanggan inti Anda? (corporate, expat, keluarga, komunitas olahraga)
- Berapa daya beli area 3–7 km? (indikator: gym premium, kafe ramai, komunitas olahraga)
- Kompetitor terdekat ada berapa? dan apa keunggulan mereka?
- Akses & parkir kuat? Ini sering lebih menentukan daripada desain interior.
- Anda punya strategi off-peak? (kelas pemula, corporate package, liga siang)
- Konsep diferensiasi 1 kalimat Anda apa? (indoor premium, academy pemula, family club, corporate league)
- Tim operasional siap? (SOP booking, refund, keterlambatan, keamanan)
- Kualitas lapangan dan maintenance plan jelas?
- Skema pajak dan perizinan dipahami?
- Skenario terburuk masih aman? (okupansi 25–30% selama 6–9 bulan)
Jika Anda sulit menjawab poin 5, 6, dan 10, bisnisnya biasanya rapuh di 2026.
Strategi menang di 2026: playbook praktis
Berikut pendekatan yang paling banyak menyelamatkan bisnis venue olahraga saat pasar mulai ramai:
1) Kunci komunitas sebelum “grand opening”
- pre-sale membership
- open day untuk komunitas olahraga sekitar
- kolaborasi dengan kantor/komunitas: “corporate night”
- jadwal kelas pemula fixed sejak awal
Target: punya booking pipeline sebelum operasional penuh.
2) Terapkan revenue management sederhana
- prime time: harga normal/premium
- off-peak: paket lebih murah, bundle coaching, atau membership benefit
- promo jangan membunuh brand (hindari diskon permanen)
3) Jadikan coach dan liga sebagai “produk utama”
Banyak venue tumbang karena hanya menjual lapangan. Venue yang bertahan membuat orang punya alasan rutin datang, bukan sekadar “kalau ingat”.
4) Rapikan “basic hygiene”
- booking system yang mulus
- pembayaran jelas (termasuk pajak)
- lapangan selalu siap, lighting konsisten, kebersihan terjaga
- staf front desk cepat respons
- aturan main & etika tertulis (mengurangi konflik antar pemain)
Kesimpulan: masih relevan, tapi bukan untuk semua orang
Bisnis padel di Indonesia masih relevan di 2026 jika Anda:
- punya lokasi dan akses yang kompetitif,
- mampu mengelola okupansi (terutama off-peak),
- mengembangkan revenue selain sewa lapangan (academy, membership, event, F&B),
- dan disiplin pada operasional serta kepatuhan.
Sebaliknya, jika Anda masuk tanpa diferensiasi, tanpa strategi komunitas, dan hanya mengandalkan hype, 2026 berpotensi menjadi tahun “biaya tetap menang melawan pendapatan”.
Baca Juga:
Regulasi Bisnis Padel di Indonesia 2026: OSS, PBJT, PBG/SLF, Event






