
Kasus kematian di kontrakan Tanjungpinang kembali menjadi sorotan setelah seorang pria berusia 37 tahun ditemukan tak bernyawa di rumah kontrakannya. Korban, bernama Yusuf Tampubolon, ditemukan tewas di dalam dapur kontrakan yang baru ia tempati bersama keluarga. Berdasarkan hasil penyelidikan awal, dugaan kuat mengarahkan pada kasus gugup diri sendiri (gantung diri) tanpa indikasi kekerasan dari pihak lain.
Tim penyelidik mencatat bahwa area sekitar dapur tidak menunjukkan tanda kerusakan atau pertarungan fisik—hanya tali terikat di kusen pintu dan kursi sebagai tumpuan terakhir. Polisi menyatakan, bahwa korban sempat pulih dari gangguan medis sebelum tragedi ini terjadi, namun tekanan emosional diduga kuat menjadi pemicu utama saat ia nekat mengakhiri hidup. Dengan cepat polisi membawa jenazah ke rumah sakit untuk visum lanjutan sebagai bagian dari prosedur resmi.
Penyelidikan Awal dan Posisi Korban
Analisis medan oleh tim forensik menyatakan bahwa tewas di kontrakan Tanjungpinang merupakan aksi mandiri. Tidak ditemukan jejak seperti tanda fisik luka infeksi atau tanda penghilangan nyawa. Perabot yang digunakan dalam tindakan pun adalah benda yang tersedia di lokasi—tali sepatu dan kursi. Kondisi fisik korban sebelumnya menunjukan pulih dari stroke ringan, namun stabilitas mental dianggap masih rentan.
Ketua RT menyampaikan bahwa saat ditemukan oleh anak, korban menunjukkan kondisi tenang—artinya tidak ada tanda perlawanan. Hal ini kemudian memperkuat indikasi bahwa korban berdiam diri sebelum melakukan tindakan bunuh diri. Polisi memastikan bahwa keluarga dan warga sekitar memberikan keterangannya secara kooperatif demi kelancaran proses penegakan hukum.
Baca juga : Polisi Selidiki Dugaan Perundungan Siswi SMA Tanjungpinang
Kejadian tewas di kontrakan Tanjungpinang membuka tabir krusial tentang pentingnya keseimbangan mental setelah pemulihan fisik. Meski secara fisik pulih, tekanan emosional dan isolasi setelah sakit dapat menjerumuskan seseorang ke depresi serius.
Pihak medis dan masyarakat diharapkan:
- Lebih sensitif terhadap tanda-tanda stres atau perubahan sikap setelah kondisi medis kritis.
- Menyediakan akses konseling hasil pemulihan sebagai penopang mental keluarga atau penderita.
- Memperkuat ikatan sosial antar tetangga, agar korban tidak menyendiri dalam titik ekstremnya.