Buron Korupsi Tanah Merah dari kasus pembangunan Jembatan Tanah Merah di Kabupaten Bintan akhirnya ditangkap Tim Tabur Kejati Kepri di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Penangkapan direktur utama PT Bintang Fajar Gemilang berinisial DR itu mengakhiri pelarian panjang yang sudah berlangsung sejak ia ditetapkan masuk daftar pencarian orang. Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau menegaskan operasi pengejaran berlangsung hasil kerja sama dengan Kejati Sulawesi Tenggara dan Kejari Kendari. Kasus ini kembali menyoroti pengelolaan proyek infrastruktur bernilai miliaran rupiah di daerah.
Menurut Kejati Kepri, operasi pengejaran dilakukan setelah tersangka berulang kali mangkir dari pemanggilan penyidik dan resmi berstatus DPO sejak 2024. Tim menguntit pergerakannya di kawasan permukiman di Kendari sebelum akhirnya menyergap saat malam hari ketika ia mencoba melarikan diri lewat pintu belakang rumah. Dalam rilis resmi, jaksa menyebut Buron Korupsi Tanah Merah itu sempat bersembunyi di bawah rumah panggung milik tetangga, namun akhirnya menyerah tanpa perlawanan berarti. Penangkapan ini disebut sebagai bukti komitmen kejaksaan mengejar pelaku korupsi sampai ke luar daerah yurisdiksi asal perkara.
Modus Korupsi Proyek Jembatan Tanah Merah Bintan
Kasus yang ditangani Kejati Kepri ini berawal dari proyek pembangunan Jembatan Tanah Merah sepanjang sekitar 20 meter di Kecamatan Teluk Bintan pada 2018. Proyek yang digarap PT Bintang Fajar Gemilang itu bernilai belasan miliar rupiah dan ditujukan untuk meningkatkan konektivitas antardesa di pesisir. Namun hasil penyidikan menemukan dugaan pekerjaan tidak sesuai spesifikasi kontrak, mulai dari mutu material hingga volume konstruksi. Dalam dakwaan sementara, jaksa menilai skema tersebut membuat negara berpotensi merugi hingga sekitar Rp8–8,9 miliar dan menjadikan Buron Korupsi Tanah Merah sebagai salah satu pihak yang paling bertanggung jawab.
Penyidik sebelumnya telah memeriksa sejumlah saksi dari pihak pejabat pembuat komitmen, konsultan pengawas, hingga staf perusahaan kontraktor. Sejak 2022, DR ditetapkan sebagai tersangka utama karena dianggap mengendalikan seluruh proses pengerjaan proyek dan penarikan dana. Ketika panggilan pemeriksaan berulang kali diabaikan dan alamatnya tidak lagi jelas, penyidik menaikkan statusnya menjadi buronan nasional melalui program Tabur. Kejati Kepri kemudian memasukkan nama Buron Korupsi Tanah Merah ke daftar prioritas pencarian, bersamaan dengan beberapa perkara korupsi lain yang masih berjalan di wilayah Kepulauan Riau.
Baca juga : Restorative Justice Kepri, Kejati Hentikan Penadahan
Usai ditangkap di Kendari, DR langsung dibawa ke Kejari setempat sebelum diterbangkan ke Tanjungpinang untuk menjalani penahanan awal di rutan negara sekitar dua puluh hari. Kejati Kepri menyatakan berkas perkara hampir lengkap dan tengah disusun untuk segera dilimpahkan ke Kejari Bintan serta disidangkan di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang. Dalam proses ini, jaksa juga menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang turut menikmati hasil korupsi proyek Jembatan Tanah Merah. Penahanan tegas terhadap Buron Korupsi Tanah Merah diharapkan menjadi sinyal bahwa pelaku korupsi tak akan mendapatkan ruang aman, meski bersembunyi lintas provinsi.
Kejati Kepri memanfaatkan momentum penangkapan ini untuk mengajak pemerintah daerah dan penyelenggara proyek memperkuat tata kelola pengadaan barang dan jasa. Masyarakat Bintan juga diimbau aktif melaporkan dugaan penyimpangan agar aparat penegak hukum memiliki dasar kuat dalam melakukan penyelidikan. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur yang bersih diharapkan bisa mengembalikan kepercayaan publik bahwa anggaran negara benar-benar digunakan bagi kesejahteraan warga. Penuntasan perkara Buron Korupsi Tanah Merah di pengadilan nanti dipandang sebagai ujian bagi konsistensi penegakan hukum, sekaligus peringatan bagi pelaku usaha agar tidak bermain-main dengan uang proyek negara.






